Selasa, 23 September 2008

The TELKOM as Indonesia's Integrated Disaster Solution

Tujuan :
Memastikan positioning bisnis telekomunikasi TELKOM Group sebagai elemen utama ekonomi pada umumnya dan kedaruratan di Indonesia pada khususnya.
TELKOM menawarkan solusi pengelolaan sistem penanggulangan bencana secara terpadu, mulai dari sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan yang diharapkan akan meningkatan tingkat efisiensi dan efektivitas penanganan bencana dan kedaruratan.
Solusi ini diharapkan memunculkan acuan standard penggelaran operasi pada saat terjadi bencana / darurat yang disepakati semua lembaga atau institusi komponen kedaruratan / SAR.
Menjadi dasar melakukan evaluasi, monitoring dan penyempurnaan terhadap pelaksaanaan penanggulangan bencana / kondisi darurat.

Fakta2 di lapangan :
Tersebarnya informasi yang simpang siur. Data yang dipublikasikan tidak valid.
Komponen SAR / Penanggulangan Bencana yang baru bergabung tidak memiliki informasi yg cukup untuk memulai kegiatan / operasi secara tepat. Kesulitan akses terhadap data dengan distorsi yg besar. Tidak terpolanya metoda komunikasi & informasi secara baku yang efektif dan efisien (kebijakan situasional). Ini semua berdampak ketidak tepatan pengambilan keputusan

Potensi bencana :
Bencana alam yang terjadi secara alamiah seperti : gempa, tsunami dll.
Bencana alam dampak degradasi kualitas lingkungan : banjir, longsor dll.
Bencana akibat konflik sosial.
Bencana akibat terorisme.
Bencana dunia transportasi, kebakaran dll

ilustrasi konsep sektor jaringan koordinasi bencana
Potensi Telkom :
Penyebaran jaringan telekomunikasi di seluruh penjuru tanah air.
Multi transport (tembaga, FO, radio terest, satelit, CDMA-GSM) sehingga tersedia back up sistem. Kemampuan Multimedia. SDM yang kompeten. Komitmen yang kuat dr Management dibuktikan dengan kebijakan-kebijakan (Corparate Social Responsibility, Telkom Ranger/Rescue, SOP ttg Gul Bencana). Dimungkinkan dilakukan improvisasi (kebijakan & teknis). Dapat menjadi mediator yang netral antara masyarakat, komponen SAR, sumber daya & pemerintah berupa penyediaan sistem yang terintegrasi dan ONLINE.

contoh aplikasi gelar
Value:
Bagi TELKOM, komitmen dukungan terhadap kedaruratan yang untuk pihak internal dan eksternal merupakan salah satu makna dari CSR. Komitmen ini akan memberikan dampak yang positif bagi nilai perusahaan di dalam GCG. Citra yang positif bagi perusahan baik di mata government, regulator atau masyarakat akan membawa dampak positif bagi bisnis perusahaan dan ekonomi tanah air pada umumnya


(dari bahasa power point)

Pengalaman keterlibatan lapangan penulis :
1. Gladi Lapangan Tribhuwana Cakti Kopassus Wonosari DIY 2005 (Telkom-Kopassus)
2. Operasi Kemanusiaan Gempa Bumi Jateng-DIY 2006 (Telkom-Kopassus-Wanadri)
3. Operasi Kemanusiaan Tsunami Pangandaran 2006 (Telkom-Kopassus-Wanadri)
4. Operasi Kemanusiaan Gempa Bengkulu 2007 (Telkom-Kopassus)

Nampang di koran

Bagi orang umum seperti saya ini, masuk tipi, masuk koran, masuk majalah dlsb masih menjadi barang yang ngedab-edabi. Yang penting bukan berita kriminal. Maklum, pemula.

Geger (punggung- boso jowo) nampang di koran



Ndas-ndasane nampang juga


Kamis, 21 Agustus 2008

TELKOM Group dan derap ekonomi pulau-pulau terluar Indonesia


Pada hari ini, Senin 18 Agustus 2008, tepat hari ke 100 setelah upacara pelepasan oleh Menteri Perhubungan RI tanggal 8 Mei 2008 di Marina Batavia, Sunda Kelapa, Jakarta. Setelah melakukan pelayaran sejauh 5.364 km. EKSPEDISI GARIS DEPAN NUSANTARA yang berencana menjelajah dan mendata 92 pulau terluar Indonesia,yang merupakan batas terluar wilayah perbatasan NKRI dengan negara-negara tetangga,telah menyelesaikan penjelajahan dan pendataan ke 40 pulau terluar di Indonesia wilayah Barat,Perjalanan masih panjang, masih ada 52 pulau terluar di Indonesia wilayah Tengah dan Timur. Pagi ini, tim Kapal Motor DEKLARASI DJUANDA (KM DD) telah mendarat di P. Senua (Kep. Natuna), yaitu pulau terluar ke 40 yang berada di Indonesia Wilayah Barat, yang meliputi pulau-pulau di perairan selatan P. Jawa. Dan perairan barat dan timur P. Sumatera, termasuk Kep. Anambas dan Kep. Natuna. Di P. Senua, tim memancangkan Penanda (Prasasti) yang memuat nama pulau, luas pulau, titik koordinat, wilayah kabupaten, juga telah mendokumentasikan patung PROKLAMATOR SUKARNO-HATTA yang berdiri tegak dan gagah di P. Senua, selanjutnya, Ekspedisi Garis Depan Nusantara akan berkoordinasi kembali di Bandung, mengevaluasi hasil seluruh kegiatan di 40 pulau terluar, sekaligus merancang program perjalanan berikutnya ke Indonesia Wilayah Tengah dan Timur. Rencananya,bulan Oktober mendatang (setelah "off" selama Puasa dan Lebaran),Ekspedisi Garis Depan Nusantara akan memulai perjalanannya ke Indonesia Wilayah Tengah dan Timur...(Irwanto Item-Wanadri, ketua ekspedisi)(Link http://garisdepannusantara.org & http://kompas.com/travel/ekspedisi)

Berbicara soal kedaulatan negara atas sebuah wilayah, tidak hanya ditentukan oleh hukum mula, traktat, perjanjian, leter C atau leter D atau pun semisal sertifikat HM -yg dibuat jauh sebelum teknologi satelit, penginderaan jauh atau pengangkutan super carrier yang mampu memindahkan bagian demi bagian sebuah kepulauan- tetapi pada saat yang menentukan kemudian adalah bicara soal keberpihakan pemerintahan sebuah negara terhadap ekonomi budaya hankam sebuah wilayah yang disambut oleh keberpihakan secara sosial politik penduduk yang mendiami wilayah tersebut terhadap negara. Ini dibuktikan oleh beberapa sengketa yang berujung konflik atas penguasaan wilayah di batas-batas tanah air kita dan kejadian-kejadian lain di dunia ini.
Masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana Sipadan dan Ligitan, pulau-pulau yang secara bentang alam begitu indah dan menyimpan kekayaan alam mineral yang berlimpah harus kita lepaskan secara menyakitkan kepada negeri jiran. Dua kekalahan : kekalahan secara kedaulatan & kehormatan dan kekalahan ekonomi.
Fakta jauh-jauh sebelum keputusan kepemilikan tersebut, "secara kebetulan" sudah marak dalam majalah-majalah bule yang sekali-sekali kami baca di loakan Cikapundung. Iklan pariwisata negeri jiran yg bertemakan Sipadan , dengan latar belakang cottage2 yang seirama dengan alam pantai-nya, surga dunia. Sebuah operasi inteligen yang mantap, penggalangan opini dunia yang berhasil. Kongkritnya, minimal sampai dengan dari H keputusan, secara konsisten pemerintah negara tersebut memajukan ekonomi setempat dengan hal-hal yang "sederhana" yaitu semisal pariwisata, pasar dan telekomunikasi. Kadangkala susah mendefinisikan ayam dan telor dari pola hubungan itu.
Penduduk adalah pelaku ekonomi, yang juga mendefinisikan kebutuhan untuk dipenuhi, baik untuk hidup sehari-hari, kegiatan wisata, explorasi atau kegiatan ekonomi itu sendiri. Hukum suplai demand bergulir, kehidupan berjalan, mata uang beredar, hukum pasar berlaku, selisih kurs dan kualitas yang sesuai akan menjadi pilihan. Meninggalkan doktrin-doktrin maya soal garis batas negara, nasionalisme dan penghormatan kepada leluhur. Dan Telekomunikasi memberikan ban berjalan yang tidak putus sejak tingkat minimal radio 2 meteran sampai ke IP via komunikasi satelit.
Telekomunikasi menjadi penting karena dia menjadi sebab sekaligus akibat dari hasrat "menemukan kondisi lebih baik". Itu sebabnya tidak mengherankan ketika pulau Belitung yang tepat berada di tengah jarak pulau kalimantan dan Sumatra, layanan internet Speedy yang kemudian memberikan efek domino metamorfosa komunikasi dari voice ke data yang campur2 suara atau view juga dgn aplikasi2 messenger, mendapat sambutan yang luar biasa. Ya, pertama kali dilakukan instalasi infrastruktur di lokasi tersebut, kami sempat ber"fifty-fifty", mana yg benar antara teori ekonomi standard dengan teori operasi inteligen. Pada akhirnya teori operasi inteligen yg menghitung juga aspek psikologis daerah terisolasi berbanding aspek kekayaan alam yang aduhai, terbukti. Pelanggan Speedy bahkan sampai melakukan indent untuk memperoleh layanan tersebut. Psikologis untuk melakukan bechmark secara maya, memperoleh akses berita secara "real time", keinginan berkomunikasi dengan kawan di tempat yg berbeda secara geografis, yang secara laten tersimpan di dalam harapan penduduknya, menemukan momentumnya.
Kemudian terbacalah berita2, bahwa lokasi pulau-pulau terluar lain terutama di Sumatra ini secara bertahap pada mulai tahun lalu telah berhasil dan akan segera dilayani dengan komunikasi data Speedy, seperti Nias, Natuna, Tarempa dan pulau-pulau lain.
Ya, sepertinya memang sudah seharusnya kedaulatan nasional dimetamorfosakan dalam bentuk dukungan terhadap laju ekonomi daerah-daerah terluar dari bentuk sekedar slogan & hipokrisi yang susah kita lihat bentuk penjelmaannya. Dengan keterikatan layanan antara pelanggan atau user di pulau-pulau terluar tersebut dengan TELKOM Indonesia sebagai operator yang Merah Putih, kita berharap kedaulatan Indonesia akan ada baik di kertas maupun di hati penduduknya. Kondisi awal dimana setiap area & penduduk mempunyai tingkat kebutuhan dasar dan jenis komunikasi dasar, maka selanjutnya layanan infokom yang berkembang akan mendorong meningkatnya tingkat ekonomi suatu kawasan, akan meningkat juga tingkat kebutuhan, ekspektasi dan harapan penduduknya. Demikian seterusnya, hal itu saling bersambut dengan kebijakan-kebijakan pembangunan yang sangat makro dan kadang susah dimengerti arahnya yang kemudian diimplementasikan secara mikro dengan penetrasi investasi operator telekomunikasi seperti TELKOM.
Arti dari semua itu adalah, dengan memperhatikan aspek psikologis "daerah terisolir" dan potensi-potensi yang dimilikinya, peluang untuk mempertahankan pulau-pulau terluar yg rawan konflik itu dapat dilakukan mulai sekarang, dengan melakukan katalisasi terhadap upaya perberdayaan ekonomi daerah-daerah terluar dengan penetrasi layanan infokom yang unik dan paling sesuai karakter & potensi masing-masing daerah tersebut. Dengan berbagai kemungkinan pilihan pola operasi baik yang dikondisikan secara penuh maupun sekedar triger & inisialisasi, disesuaikan dengan situasi di lapangan, dari soal daya dukung catu daya listrik, pola pemasaran produk, jalur distribusi sampai pilihan teknologi yang paling optimis disesuaikan dengan kebutuhan :voice only yg wireless atau wireline sampai voice & data yang wireless & wireline yang berbasis IP, CDMA, GSM dlsb, dengan semua pola transmisi yang memungkinkan radio atau satelit.
Ya, kawan-kawan kita para kru expedisi pendataan pulau-pulau terluar, akan beristirahat sampai dengan lebaran setelah menyelesaikan atape Indonesia Barat, masih ada pulau2 terluar yang belum terjelajahi dimana kedaulatan ekonomi lewat bendera infokom perlu ditegakkan, disamping penempatan prasasti, panggilan tanah air buat TELKOM Group sebagai national flag carrier baik datang dengan aura corporate social responsibility maupun aura bisnis ekonomi.

Sedikit yang dapat aku berikan, tetapi semua itu aku bhaktikan untuk tanah airku

Jumat, 15 Agustus 2008

Revolusi layanan kabel tembaga, sebuah narasi


Masih sangat lekat dalam ingatan kami awal mula bergelut dalam dunia kerja telco ini. Seorang fresh graduate yang segera saja menjadi greenhorn di antara para piawai pekerjaan ini. Nasib juga yang menggariskan sejak awal harus berkutat dengan sepasang kabel tembaga, sedikit "kurang beruntung" bila membanding-bandingkan diri dengan rekan2 yang mendapat tempat "di dalam", meski sama2 orang baru. Mungkin tidak banyak yang "seberuntung" saya yang sempat menjadi "tenaga storingan" gangguan luar, pasangan ganda saya pertama adalah senior saya Suwardiyo yang sepertinya saat ini sudah masa persiapan pensiun, dengan ranmor toyota hiace station yang dipaksakan membawa tangga bambu, dan sesekali bibir atau lidah harus mencicipi kesetrum pairgain yang DC ~ 180 V itu di atas tiang. Memang sesekali "derajat" pekerjaan meningkat, menangani pekerjaan semacam sentral telepon kecil dengan berbagai nama & bentuk, FRK, RDLu dll. Tapi lagi-lagi masih saja saya membathin, merasa kurang beruntung, mengapa memperoleh garis pakerjaan yang "kotor" dan -tanpa pernah secara terbuka- dinyatakan low skill, warga negara kelas dua dan otomatis minim peminat.
Musim berganti, dan tempurung yang menutup katak-pun terangkat terpaan angin laut cina selatan. Sejarah, psikologi, harapan dan sifat dari sebuah ras yang berdekatan biasanya akan mirip2. Lalu baru sempat kita serius melongok ke negara tetangga kita, sesama ras asia. Revolusi layanan rupanya sudah ada di sana, dimana sepasang kabel tembaga yang saat ini hanya mendorong layanan telephoni di tanah air, telah pula melewatkan layanan data dan internet. Revolusi dimulai, ketika kami bergabung bersama tim yang hebat di Yogyakarta, lintas batas, lintas sektoral. Ya, bukankah tidak mungkin memulai sebuah revolusi dengan mengedepankan sekat-sekat sektoral? Semangat mengexplorasi dari personel-personel tim lah yang akhirnya mengkatalis bergulirnya revolusi. Ya, lompatan budaya dari sepasang kabel tembaga dengan PPJT-nya, kepada Internet Protocol (IP), dan berbagai macam perangkat yang memancing minat explorasi, yang memang belum jelas demarkasinya kala itu. DSLAM, Modem ADSL, G.SHDSL, VPI-VCI, Metro Ethernet, Access Point, Wireless LAN, Agregator lan sak panunggalane. Dan benar saja sebuah paradoks, dimana ada kemauan yang kuat, di situlah ada jalan. Tangan2 usil tim kami menelorkan beberapa eksperimen seperti LAN Intanet via Speedy yang selanjutnya digunakan juga untuk UGM, IKIP & K-circle, TV via Speedy, overlay penggunaan transport metro-ethernet ataupun agregator untuk mendukung experimen2 tersebut dan beberapa keusilan yang justru bagi pihak "pemilik" diminta dihentikan karena mengandung dan mengundang bahaya intrusi, fraud dll. Ah biarlah, dan itu semua berujung kepada kekuatan kabel tembaga.
Angin bertiup kencang, dan para dewa mengirimkan surat.
Sampai juga pengembaraan ke tanah Andalas, salah satu sudutnya, dengan empat propinsi dalam pengelolaan teritorial. Dan kesempatan yang sangat besar yang tidak boleh disia-siakan. Kami mempunyai team work yang kehandalannya sudah tidak perlu diragukan lagi. Akhir tahun 2007 dan penggalan 2008 kemarin telah kita buktikan bersama, "hukum baru" bahwa alat produksi diinstall di lokasi demand (bukan sebaliknya). Ibarat para pejuang Special Air Service (SAS) Inggris, yang berjuang di belakang tabir malam, rekan-rekan tim relokasi alpro yang hanya berjumlah kurang dari jumlah 10 jari tangan kita bekerja siang dan malam untuk menyelesaikan lebih dari lima puluh titik dropping zone dalam tenggat waktu yang fantastis. Dan tetap di balik layar, raid senyap, metoda penggalangan dan menjalankan peranan dengan maksimal. Waktu terus berjalan dan inovasi-inovasi untuk survive dalam setiap tuntutan situasi pun bermunculan. Kami yakin sepenuhnya, bahwa bila suatu saat kita sudah tidak mendiami "kawah candradimuka" ini, masing-masing kami akan berdecak bangga, mengenangkan "kemustahilan" yang sudah kami tembus bersama. Kemustahilan kompetensi, kemustahilan geografi atau kemustahilan asumsi. Dan tetap kita ingat bahwa dalam memandang sepasang kabel tembaga pun, kita telah mengalami siklus yang pasang surut, dari waktu telepon kabel tembaga demikian berharga sebelum era seluler datang, yang banyak menciptakan raja-raja & amtenar (yang justru konon waktu itu dianggap masa pengabdian), lalu siklus lembah dimana penghargaan atas kabel tembaga terjun bebas ketika seluler mendominasi dan nampaknya selanjutnya siklus bukit kembali datang, ketika disadari bahwa investasi terhadap kabel tembaga begitu mahal, termasuk cost pemeliharaannya, yang seharusnya mendudukkan kembali copper acces sebagai premium produk, seperti sudah seharusnya. Dengan mengayunkan pendulum revolusi layanan, dan kami-pun telah menjelma menjadi merasa demikian beruntung, berada benar-benar di tengah "turbulensi" yang manual book-nya ada di saku kita.
63 tahun kemerdekaan republik ini, setidaknya kita pernah mencatatkan diri dalam sejarah, minimal menjadi sebuah sekrup kecil dalam mengkoneksikan 17845 (17-8-45) line in service Speedy dalam keranjang besar wireline copper acces di Sumatra Bagian Selatan ini, memang baru sedikit persen. Tapi bukan mustahil 50-60 persen akses tembaga kita akan menyambungkan layanan multiplay sampai to the home, sebagaimana terjadi di negara-negara maju tetangga kita, yang rupa-rupanya juga tetap mengekspor beras . Hanya saja butuh konsekuensi, kita harus mendefinisikan kita dalam sebuah tim yang super, seperti four man patrol SAS yang memenangkan pertempuran di Borneo, Darfur maupun Malvinas.
Dan waktu kembali bergulir, tanah air memanggil kita dengan tugas2 yang sepertinya tidak lebih ringan, tapi kita sudah sepakat meyakini untuk dapat mengatasinya. Telah pernah kita buktikan bersama bukan ?

Kita semua hidup dalam ketegangan, dari waktu ke waktu, serta dari hari ke hari, dan kita adalah pahlawan dari cerita kita sendiri. - Mary Mccarthy

Sabtu, 02 Agustus 2008

Motivasi


Budaya adalah keyakinan yang terdemonstrasikan,yang terjadi dalam proses yang complex. Budaya tidak dapat diimpor dari para motivator, para da'i atau para orator. BUdaya konon muncul dari keyakinan, sedangkan keyakinan muncul karena proses pembelajaran, bahkan wahyu para nabi-pun dari proses yang berangsur-angsur karena dijalankan dan diuji.
Akhir-akhir ini booming2nya training atau ceramah motivasi,dengan berbagai keunggulan yang ditawarkannya. Namanya juga jualan, mirip dengan cerita seorang yang bikin iklan di koran, "Anda pengin kaya?" dengan diberinya syarat, mengirimkan uang jumlah tertentu untuk mendapatkan resep ABCD meraih kekayaan, dan si pengirim menuliskan alamat untuk mendapat balasan paket resep. Lalu apa yang diterima si pengirim uang? Ternyata sebuah resep singkat :"Lakukan seperti apa yang saya lakukan". ANalogi dengan para penceramah itu, letak kunci bukanlah di siapa yang menjadi penceramah, atau materi apa yg diceramahkan. Karena semua intisari dari semua itu sudah ada di map rapi di laci kita semua, dan sudah selalu kita hapalkan sejak semula. Seperti menghapal Pancasila bahkan butir-butirnya. Sudah kita tahu rumus bagaimana seharusnya kita jualan, sudah juga kita tahu rumus bagaimana seharusnya trouble shooting, sudah juga kita tahu rumus bagaimana kita seharusnya melayani, sudah juga kita tahu rumus bagaimana seharusnya mendisain suatu bisnis dan alat produksinya. Rumus2 yang jauh2 hari sudah kita hapal dan makin hari makin hapal kerena diingatkan oleh para motivator dan penceramah itu. Lalu mengapa keadaan juga belum banyak berubah? Karena hukum sejarah kehidupan, bahwa perjuangan adalah perwujudan kata-kata. Dan untuk mewujudkan itu harus kita pecahkan hukum kelembaman. Keadaan akan terus diam normal sampai sebuah energi memulai sebuah aktifitas, ikhtiar yang berkolaborasi dengan percepatan dan sekali-kali gravitasi. Ya, memang tidak ada pilihan lain :Keluar dari zone nyaman, breaking the "law"(norma), "revolusi berpikir", zig-zag melintasi garis normal, bertualang, mengalahkan rasa takut, rasa malas, rasa ewuh pekewuh, menerjang kabut, dan tentu semua tetap dengan perhitungan "safety prosedur". Si penerjun payung tahu resiko bila payung tidak mengembang, lalu disiapkannyalah payung cadangan. Si pengarung jeram tahu resiko derasnya riam yg menyimpan undercut atau hidrolik, itu sebabnya dia belajar berenang, memakai pelampung dan helm. Si penempuh rimba dan pendaki gunung mempersiapkan perbekalan, skill navigasi darat, survival dll untuk bertahan hidup dalam penjelajahnya. Semua pergerakan keluar dari "kotak normal" harus disiapkan safety prosedurnya, how to survive, kalau pun terjadi kecelakaan bagaimana ERP (Emergensi Rescue Prosedur) atau pelolosannya. Lalu dengan dengan segala pernak-pernik itu, pada akhirnya tetap saja kembali ke mentalitas kita, apakah kita mau keluar dari zona nyaman? zone biasanya? zone normal?
Kembali kepada para motivator tadi, akan dikembalikan juga kepada pribadi kita masing2. Lalu apa artinya? Toh salah satu masalah besar yg terjadi di tanah air sejak reformasi 98 itu adalah ketika segala sesuatu dikembalikan kepada hatinya nurani. Yang jelas berbeda-beda itu. Lampu merah boleh jadi ijo asalkan hati nurani bilang ijo. Profesionalisme juga dikembalikan kepada hati nurani, mau biasa-biasa boleh, mau agak ngeden juga boleh, mau leyeh-leyeh sementara temen2nya nggak bisa tidur karena kelakuan kita juga boleh. Karena hati nurani tidak punya standard. Give the best cuma jadi tempelan bisu di meja yang tertindih tabloit selebritis. Lalu sebenarnya budaya seperti apa yang kita agamakan di tengah badai dan pertempuran yang berkecamuk mengenai kapal kita? Prahara atau turbulensi, pada akhirnya akan menjadi seleksi alam, bagi tiap individu atau komunal. Penting artinya membuat diri kita dan lingkungan terkecil kita menjadi sadar, handal, peduli, kuat & survive. Individu, regu, peleton,kompi, batalyon dst. Bergegas, tanah air --lewat ladang2 kita, menunggu karya-karya terbaik kita, yang sayang sekali minta syarat, untuk masing2 kita mulai menggulirkan budaya yang kita maui untuk cita-cita hari esok dan terpaksa meninggalkan kisah2 heroik & romantisme masa lalu kita yang selalu kita dengung-dengungkan dan kita mintakan hak.




Jumat, 01 Agustus 2008

Team Work

kadang-kadang kita terlalu mempertajam pembahasan "kelas-kelas pekerja", apakah mewakili galur kerah putih atau galur kerah berdaki, dan kemudian di otak kita memunculkan penolakan untuk terlibat jauh secara emosionaldengan kawan2 yang "berkeringat itu", yang artinya tidak terbersit atau terlintas dalam otak kita kaitan2 dengan kawan2 itu bila kita menyusun sebuah rencana atau "kebijakan", lalu kita terjebak pada sebuah kesimpulan lugu, bahwa yang dibelakang meja dan di ruangan yg ber AC itu otaknya yang diperas jadi perlu mendapat pernghargaan yg berlebih. faktanya tidak banyak yang kami atau kita lakukan, kawan-kawan yang berada di "medan perang" di lapanganlah yang telah banyak bekerja, mengeluarkan keringat, energi fisik dan memeras otak - lengkap, kompleks sekali apa yang mereka harus hadapi : mengatur uang untuk makan bareng teman kerja non organiknya, krn bila di jalanan, sangat tidak mungkin kondisinya untuk "makan" sendiri, lalu sesekali buat bayar preman agar asset-asset perusahaan aman, atau yang paling sederhana buat beli rokok sebungkus atau setengah bungkus untuk dinikmati bersama saat hujan turun di sebuah teras rumah yang sedang kosong, dan yang perlu dicatat adalah sebagian besar dari uang itu bisa jadi dari uang pribadinya. itulah salah satu bentuk profesionalitas yg sesungguhnya, tanpa mereka sanggup mendefinisakan apakah profesionalitas itu.
kewajiban kita yang "merasa" memiliki "intelektualitas yang lebih" untuk menjembatani mental, daya juang dan kinerja yang sedemikian tinggi dari kawan-kawan yang berkeringat itu. . dan rupa2nya halusinasi soal kelas seperti itu juga sudah meracuni anak-anak muda kami, dalam beberapa kesempatan teramati banyak di antara mereka yg "selektif" memilih aktivitas dan area belajar, yang bersih-bersih saja sudah cukup, bila tugas kerja dari kantor sdh "habis" yang timbul adalah kevakuman kegiatan, yang selanjutnya dapat ditebak, tumpulnya inisiatif. tapi bukankah itu berarti, bahwa dinamis, apatis atau idealis adalah sebuah pilihan?
sudah menjadi kewajiban kita untuk men"drill" anak-anak muda kita itu, agar tidak termanjakan dengan "aroma ganja intelektualitas", yang pada gilirannya justru bukan sebagai katalis mencapai tujuan bersama, tetapi lebih seperti permen karet yang sudah habis manisnya yang ditempelkan sembarangan, masih ada harum baunya tapi menyusahkan banyak orang ketika menempel di rambut atau baju. dan tidak lupa kewajiban kita juga, untuk membangkitkan energi& vitalitas lingkungan kita, sehingga kita semua bersama-sama dapat menyerap aura alam raya, tantangan hidup dan tekanan lingkungan, menjadi seperti aliran energi yang menambah kekuatan para highlander.
bila kamu memiliki teman-teman kerja yang menyenangkan dan dedikasi yang tinggi, maka kita memiliki team work yang hebat dan itu adalah modal sebuah kemenangan. karena rupa-rupanya kemenangan kita adalah kemenangan yg ditunggu juga oleh mata rantai berikutnya, semisal rekan kerja non organik kita tadi, yang juga mempunyai harapan, keinginan, cita2 yang sama dengan kita secara manusiawi. dan tantangan beratnya, memang, hal-hal yang menyenangkan itu harus dimulai dari diri kita.

.... kami tidak berbuat apa-apa, mereka yang kecil-kecil itulah yang perlu ditonjolkan (Prabowo Subiyanto, setelah operasi pembebasan sandera Mapenduma, 1996)

Ahagahe!!!!






Rabu, 30 Juli 2008

Tes ketes ketes

Aturannya konon harus pake nama yang "resmi". Tulisan soal yg "resmi" juga. Komitmen untuk dapat eksis minimal dengan dua wajah.