Kamis, 21 Agustus 2008

TELKOM Group dan derap ekonomi pulau-pulau terluar Indonesia


Pada hari ini, Senin 18 Agustus 2008, tepat hari ke 100 setelah upacara pelepasan oleh Menteri Perhubungan RI tanggal 8 Mei 2008 di Marina Batavia, Sunda Kelapa, Jakarta. Setelah melakukan pelayaran sejauh 5.364 km. EKSPEDISI GARIS DEPAN NUSANTARA yang berencana menjelajah dan mendata 92 pulau terluar Indonesia,yang merupakan batas terluar wilayah perbatasan NKRI dengan negara-negara tetangga,telah menyelesaikan penjelajahan dan pendataan ke 40 pulau terluar di Indonesia wilayah Barat,Perjalanan masih panjang, masih ada 52 pulau terluar di Indonesia wilayah Tengah dan Timur. Pagi ini, tim Kapal Motor DEKLARASI DJUANDA (KM DD) telah mendarat di P. Senua (Kep. Natuna), yaitu pulau terluar ke 40 yang berada di Indonesia Wilayah Barat, yang meliputi pulau-pulau di perairan selatan P. Jawa. Dan perairan barat dan timur P. Sumatera, termasuk Kep. Anambas dan Kep. Natuna. Di P. Senua, tim memancangkan Penanda (Prasasti) yang memuat nama pulau, luas pulau, titik koordinat, wilayah kabupaten, juga telah mendokumentasikan patung PROKLAMATOR SUKARNO-HATTA yang berdiri tegak dan gagah di P. Senua, selanjutnya, Ekspedisi Garis Depan Nusantara akan berkoordinasi kembali di Bandung, mengevaluasi hasil seluruh kegiatan di 40 pulau terluar, sekaligus merancang program perjalanan berikutnya ke Indonesia Wilayah Tengah dan Timur. Rencananya,bulan Oktober mendatang (setelah "off" selama Puasa dan Lebaran),Ekspedisi Garis Depan Nusantara akan memulai perjalanannya ke Indonesia Wilayah Tengah dan Timur...(Irwanto Item-Wanadri, ketua ekspedisi)(Link http://garisdepannusantara.org & http://kompas.com/travel/ekspedisi)

Berbicara soal kedaulatan negara atas sebuah wilayah, tidak hanya ditentukan oleh hukum mula, traktat, perjanjian, leter C atau leter D atau pun semisal sertifikat HM -yg dibuat jauh sebelum teknologi satelit, penginderaan jauh atau pengangkutan super carrier yang mampu memindahkan bagian demi bagian sebuah kepulauan- tetapi pada saat yang menentukan kemudian adalah bicara soal keberpihakan pemerintahan sebuah negara terhadap ekonomi budaya hankam sebuah wilayah yang disambut oleh keberpihakan secara sosial politik penduduk yang mendiami wilayah tersebut terhadap negara. Ini dibuktikan oleh beberapa sengketa yang berujung konflik atas penguasaan wilayah di batas-batas tanah air kita dan kejadian-kejadian lain di dunia ini.
Masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana Sipadan dan Ligitan, pulau-pulau yang secara bentang alam begitu indah dan menyimpan kekayaan alam mineral yang berlimpah harus kita lepaskan secara menyakitkan kepada negeri jiran. Dua kekalahan : kekalahan secara kedaulatan & kehormatan dan kekalahan ekonomi.
Fakta jauh-jauh sebelum keputusan kepemilikan tersebut, "secara kebetulan" sudah marak dalam majalah-majalah bule yang sekali-sekali kami baca di loakan Cikapundung. Iklan pariwisata negeri jiran yg bertemakan Sipadan , dengan latar belakang cottage2 yang seirama dengan alam pantai-nya, surga dunia. Sebuah operasi inteligen yang mantap, penggalangan opini dunia yang berhasil. Kongkritnya, minimal sampai dengan dari H keputusan, secara konsisten pemerintah negara tersebut memajukan ekonomi setempat dengan hal-hal yang "sederhana" yaitu semisal pariwisata, pasar dan telekomunikasi. Kadangkala susah mendefinisikan ayam dan telor dari pola hubungan itu.
Penduduk adalah pelaku ekonomi, yang juga mendefinisikan kebutuhan untuk dipenuhi, baik untuk hidup sehari-hari, kegiatan wisata, explorasi atau kegiatan ekonomi itu sendiri. Hukum suplai demand bergulir, kehidupan berjalan, mata uang beredar, hukum pasar berlaku, selisih kurs dan kualitas yang sesuai akan menjadi pilihan. Meninggalkan doktrin-doktrin maya soal garis batas negara, nasionalisme dan penghormatan kepada leluhur. Dan Telekomunikasi memberikan ban berjalan yang tidak putus sejak tingkat minimal radio 2 meteran sampai ke IP via komunikasi satelit.
Telekomunikasi menjadi penting karena dia menjadi sebab sekaligus akibat dari hasrat "menemukan kondisi lebih baik". Itu sebabnya tidak mengherankan ketika pulau Belitung yang tepat berada di tengah jarak pulau kalimantan dan Sumatra, layanan internet Speedy yang kemudian memberikan efek domino metamorfosa komunikasi dari voice ke data yang campur2 suara atau view juga dgn aplikasi2 messenger, mendapat sambutan yang luar biasa. Ya, pertama kali dilakukan instalasi infrastruktur di lokasi tersebut, kami sempat ber"fifty-fifty", mana yg benar antara teori ekonomi standard dengan teori operasi inteligen. Pada akhirnya teori operasi inteligen yg menghitung juga aspek psikologis daerah terisolasi berbanding aspek kekayaan alam yang aduhai, terbukti. Pelanggan Speedy bahkan sampai melakukan indent untuk memperoleh layanan tersebut. Psikologis untuk melakukan bechmark secara maya, memperoleh akses berita secara "real time", keinginan berkomunikasi dengan kawan di tempat yg berbeda secara geografis, yang secara laten tersimpan di dalam harapan penduduknya, menemukan momentumnya.
Kemudian terbacalah berita2, bahwa lokasi pulau-pulau terluar lain terutama di Sumatra ini secara bertahap pada mulai tahun lalu telah berhasil dan akan segera dilayani dengan komunikasi data Speedy, seperti Nias, Natuna, Tarempa dan pulau-pulau lain.
Ya, sepertinya memang sudah seharusnya kedaulatan nasional dimetamorfosakan dalam bentuk dukungan terhadap laju ekonomi daerah-daerah terluar dari bentuk sekedar slogan & hipokrisi yang susah kita lihat bentuk penjelmaannya. Dengan keterikatan layanan antara pelanggan atau user di pulau-pulau terluar tersebut dengan TELKOM Indonesia sebagai operator yang Merah Putih, kita berharap kedaulatan Indonesia akan ada baik di kertas maupun di hati penduduknya. Kondisi awal dimana setiap area & penduduk mempunyai tingkat kebutuhan dasar dan jenis komunikasi dasar, maka selanjutnya layanan infokom yang berkembang akan mendorong meningkatnya tingkat ekonomi suatu kawasan, akan meningkat juga tingkat kebutuhan, ekspektasi dan harapan penduduknya. Demikian seterusnya, hal itu saling bersambut dengan kebijakan-kebijakan pembangunan yang sangat makro dan kadang susah dimengerti arahnya yang kemudian diimplementasikan secara mikro dengan penetrasi investasi operator telekomunikasi seperti TELKOM.
Arti dari semua itu adalah, dengan memperhatikan aspek psikologis "daerah terisolir" dan potensi-potensi yang dimilikinya, peluang untuk mempertahankan pulau-pulau terluar yg rawan konflik itu dapat dilakukan mulai sekarang, dengan melakukan katalisasi terhadap upaya perberdayaan ekonomi daerah-daerah terluar dengan penetrasi layanan infokom yang unik dan paling sesuai karakter & potensi masing-masing daerah tersebut. Dengan berbagai kemungkinan pilihan pola operasi baik yang dikondisikan secara penuh maupun sekedar triger & inisialisasi, disesuaikan dengan situasi di lapangan, dari soal daya dukung catu daya listrik, pola pemasaran produk, jalur distribusi sampai pilihan teknologi yang paling optimis disesuaikan dengan kebutuhan :voice only yg wireless atau wireline sampai voice & data yang wireless & wireline yang berbasis IP, CDMA, GSM dlsb, dengan semua pola transmisi yang memungkinkan radio atau satelit.
Ya, kawan-kawan kita para kru expedisi pendataan pulau-pulau terluar, akan beristirahat sampai dengan lebaran setelah menyelesaikan atape Indonesia Barat, masih ada pulau2 terluar yang belum terjelajahi dimana kedaulatan ekonomi lewat bendera infokom perlu ditegakkan, disamping penempatan prasasti, panggilan tanah air buat TELKOM Group sebagai national flag carrier baik datang dengan aura corporate social responsibility maupun aura bisnis ekonomi.

Sedikit yang dapat aku berikan, tetapi semua itu aku bhaktikan untuk tanah airku

1 komentar:

Artika sari mengatakan...

Baca Kompas nih :)